Saya hanyalah seorang biasa, katakanlah rakyat jelata. Mungkin yang berbeda adalah saya beruntung bisa bertemu dengan pria keturunan bangsawan tersebut. Bahkan saya tidak pernah membayangkan sedikitpun bisa berpegangan tangan dengannya atau sekedar bersandar dibahunya.
Namanya Rebbelion. Sosoknya yang hangat, bersahaja dan penyayang membuat saya nyaman berada di dekatnya. Saya sangat menikmati detik demi detik yang kami lewati. Dia memperlakukanku selayaknya seorang putri.
Dua tahun berlalu. Sesuatu menyebabkannya harus pergi dari istananya yang megah; yang menjanjikan segalanya dengan ribuan pelayan yang siap melayani apapun yang diminta olehnya. Wataknya yang keras membuatnya mengambil keputusan itu. Dia merasa tidak bisa menerima setiap perlakuan yang menurutnya tidak bisa diterima akal, hati dan pikirannya. Dan pada akhirnya dia menjadi pemberontak di istananya sendiri. Bukankah hidup itu sebuah pilihan?.
Dua tahun berlalu. Sesuatu menyebabkannya harus pergi dari istananya yang megah; yang menjanjikan segalanya dengan ribuan pelayan yang siap melayani apapun yang diminta olehnya. Wataknya yang keras membuatnya mengambil keputusan itu. Dia merasa tidak bisa menerima setiap perlakuan yang menurutnya tidak bisa diterima akal, hati dan pikirannya. Dan pada akhirnya dia menjadi pemberontak di istananya sendiri. Bukankah hidup itu sebuah pilihan?.
"Saya tidak ingin kamu ikut mati. Kalau kamu mau pergi silahkan, perbekalan dan kuda sudah saya siapkan. Saya akan menjemputmu kelak ditempat persembunyianmu. Sungguh saya mencintaimu. Karena itu saya tidak ingin kamu mati sia-sia dan melihatmu berdarah-darah disini bersamaku". ujarnya sambil membelai rambutku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar