bird

animasi blog

bird 2

animasi blog

Senin, 21 Februari 2011

Cerita di hari minggu

Tadi pagi teman saya dari kecil main ke rumah. Ini hal yang sudah jarang bahkan tidak pernah kami lakukan lagi semenjak …. Hmm, semenjak kapan ya? Kalau nggak salah dari pas saya kuliah deh. Walaupun tetanggan tapi kami jarang ketemu. Apalagi dulu pas saya kuliah di Bandung, sekalinya pulang ke rumah paling banter juga Cuma sehari semalem. Nggak ada waktu buat ketemu sama dia. Lagipula saya ini tipikal anak rumahan, malas kemana-kemana. Kalau kata orang sunda sih ku uleun alias kuper.

Kami mulai bercerita, bertukar pikiran. Banyakan dia sih yang curhat. Hehehe. Kami punya panggilan sayang lho. Saya manggil dia dengan sebutan “nong” karena dia jenong hehehe. Dia manggil saya “kinoy”. Kami sudah bersahabat sedari kami kecil. Dia lebih tua dua bulan dari saya. Kami punya banyak kenangan. Masih ingat di memori saya, dulu kami sering sekali hujan-hujanan nggak pake baju, Cuma pake kaos singlet sama celana dalam saja. Hahaha maklum lah namanya juga masih anak-anak belum punya rasa malu. Pernah juga suatu hari saya sama dia main sepeda bareng. Waktu itu kami sudah duduk di kelas enam es-de kalau nggak salah. Melewati jalan tanjakan di depan rumah pa bo’I, alhasil kami pun terguling. Hahaha betapa bodohnya kami karena sepeda yang kami naiki ukurannya lebih kecil daripada tubuh kami yang saat itu mulai bongsor, pantas aja kami jatuh juga.

Ada satu lagi teman kecil saya. Kami manggil dia “juneng”. Dulu kami apa-apa bertiga. Main boneka-bonekaan, hujan-hujanan, sepedahan, nari. Oia ngomong-ngomong soal nari, dulu kami artis agustusan lho di tempat kami tinggal. Tiap kali agustusan kami selalu tampil bertiga, nari. Dari mulai nari modern sampe nari jaipong. Saya sama juneng sekolah di SD yang sama, sedangkan si nong di SD tetangga. Tapi kami selalu berangkat dan pulang kerja bareng. Kalau diurutkan dari yang paling tua diantara kami bertiga, yang pertama nong, kedua juneng dan ketiga saya. Yipiiii saya yang paling bontot. Heuheu.

Ada kejadian lucu lainnya. Pas SD kelas enam ceritanya kami bertiga ikut les privat matematika di rumahnya ibu siapa saya lupa (maklum memori terbatas hehehe). Nggak terlalu jauh sih dari rumah kami. Nah kebetulan guru les kami melihara anjing saat itu. Udah tahu kami sama-sama takut sama anjing, terutama saya. Jadi kalau kami pas ada jadwal les kerumahnya, kami kucing-kucingan sama anjingnya. Pas kita mau pulang, tiba-tiba anjingnya lagi nangkring disana. Baru aja kita mau lewat anjingnya udah menggonggong…”guk…guk…guk!”. Kami kaget. Hewan juga punya naluri kebinatangan kali ya, dia bisa merasakan mana manusia yang suka sama dia atau nggak. Mungkin si anjing ibu les juga tahu kalau kami nggak suka sama dia. So, terjadilah aksi kejar-kejaran ngelilingin mobil sedan milik ibu les privat kami. Ekspresi wajah kami udah nggak karu-karuan waktu itu. Kebayang donk orang yang takut gimana sih. Udah mau nangis aja. Untungnya si ibu cepet-cepet keluar. Whooaaa save by the bell. Tanpa pikir panjang kami langsung cap cus dari sana.  Hehehe.

Dibandingkan mereka saya cenderung lebih pendiam dan pemalu. Swit wiw. pas SMP kami sekolah di sekolah yang sama. Cuma beda kelas aja. Saking kompaknya kami, kami ikut ekstrakulikuler yang sama. Bukan anggota berseragam cokelat-cokelat tapi putih-putih. Pokoknya kami sahabat sejati deh. Wah jadi inget lagu sahabat sejatinya SO7.

Kadang kalau kami ketemu, memori masa kecil kami suka jadi bahasan paling renyah bagi kami. Mengingat kegilaan masa-masa kejayaan kami dulu. Seandainya kami punya kantong ajaib Doraemon, kami ingin ada disana kembali.

Dan diantara kami bertiga hanya saya yang belum menikah. Si jenong anaknya udah dua – dua-duanya laki-laki. Si juneng juga anaknya udah dua, bahkan udah pernah nikah sebanyak dua kali. Untuk urusan itu mereka emang jagonya dan katakanlah lebih beruntung dari pada saya. Tulisan saya kali ini nggak akan bercerita lagi bagaimana kehidupan asmara saya. Sudah cukup saya bahas di tulisan-tulisan sebelumnya. Ini bukan waktunya untuk saya menyampah. Ya tapi maklum-maklum aja kalau ada di beberapa bait saya nggak sengaja menyampah. Sumpah nggak niat kok. Hehehe.

Nah balik lagi ke inti dari tulisan ini, yang sudah saya sebut di paragraf awal. Hari ini saya ngobrol sama si jenong. Dia bilang kangen sama saya. Cieee kayak ke pasangannya aja ya. Hehehe.


“Noy, aku lagi bête nih”
“Bete kenapa nong?”
“Tuh bête sama si aa”
“Kenapa emang sama si aa?” tanya saya sambil asik terus main game dari laptop
“Kemarin aku ngobat. Sampe lemes”
“Maksud lo?”
“Iya gitu deh. Stress soalnya”
“heloooww…inget umur buuu. Masih musim nya ngobat untuk seumuran tante-tante kayak lo”
Dia nyengir “Nggak sih harusnya”
“Nah lo itu tau”
“Ya tapi mau gimana lagi”
…. Bla bla bla

Dia bilang dia stress, pusing sama suaminya, rumah tangganya. Sudah saya tebak dia lagi jenuh sama rumah tangganya. Dia bosen sama kelakuan suaminya yang nggak pernah berubah, selalu ada aja masalah yang dia bikin. Sebenarnya itu urusan dia dengan Tuhan, tapi mungkin selaku istri dia nggak tau lagi harus berbuat apa. Nasehatin udah, ngingetin juga udah. Tapi tetep nggak ada perubahan kearah lebih baik.

Dia juga kesal sama sikap suaminya yang terlalu over protective. Terlalu mengekang kehidupan sosialnya. Tapi kalau dipikir-pikir ada alasannya juga kenapa suaminya bersikap seperti itu. Karena mungkin dulu si jenong pernah berbuat salah – khilaf, ada main dengan teman sekerjanya. Benar itu memang masa lalu, sudah seharusnya tidak perlu di ungkit-ungkit. Setiap orang punya masa lalu yang berwarna, hitam, putih, kelabu, biru.

Yang namanya orang, sekali aja dikhianatin pasti bakal susah buat orang lain percaya lagi sama kita. Karena kepercayaan yang mereka kasih udah kita sia-siain begitu saja. Memaafkan mungkin tapi melupakan poin dari masalah itu sendiri mungkin akan menjadi hal yang sulit.

Ada banyak alasan kenapa teman saya ingin sekali berpisah dengan suaminya. Saya sebagai teman hanya berusaha untuk member masukan, keputusannya tetap dia yang harus memutuskan. Karena baik buruknya pastinya dia yang lebih paham, karena dia yang akan menjalani kehidupan selanjutnya, bukan saya, keluarganya ataupun yang lainnya.

Dihadapan si jenong saya berperan sebagai psikolog yang siap mendengarkan setiap kata demi kata yang terucap dari bibirnya. Memberikan saran semampu yang saya bisa. Tapi ironisnya apa yang saya katakana sama dia belum bisa saya terapkan dalam kehidupan saya yang sesungguhnya. Saya bilang, ya kamu harus tegas sama suami kamu, jangan sampe harga diri kamu diinjak-injak. Sementara saya sadar betul kalau saya sedang berada di tahap itu. Hmm … nggak sinkron kan jadinya?.

Lalu ditengah curhat dia nanya “Noy kapan merit?”
Jiah pertanyaan basi yang sering saya dengar dari orang-orang. “Ya doain aja lah nong mudah-mudahan bisa tahun ini” jawab saya sok tegar, padahal mah miris banget hati ini huhuhu
“Jangan buru-buru dulu lah. Enakan juga nggak punya suami. Bebas mau ngapa-ngapain juga”
“Lho kok gitu”
“Iya lah nggak ada beban”
“Hey, kamu mau emang jadi aku? Sampe usia segini belum nikah? Nggak selamanya sendiri itu menyenangkan lho. Kita juga butuh seseorang yang bisa kita ajak untuk berbagi dalam suka dan duka”
“Tapi kan dengan teman atau sodara dan keluarga bisa” sanggahnya
“Memang betul yang kamu bilang. Tapi kan antara pasangan, sahabat, teman, sodara, orangtua punya nilai yang berbeda. Semuanya nggak bisa dibandingkan satu sama lainnya”

Wow bijak sekali bukan jawaban saya? Hehehe nggak nyangka saya bisa juga ngomong kayak gitu. Ckckck kayaknya saya ada bakat nih jadi psikolog. Hahahaha geer saya - membanggakan diri sendiri – memuji diri sendiri – menyenangkan diri sendiri.

Tapi memang sebagai teman yang baik kita harus bisa mengingatkan kalau memang teman kita berbuat salah. Menyenangkan hati teman atau orang-orang terkasih kita adalah hal yang mulia. Tidak semua hal bisa kita bagi dengan mereka. Biarlah kita membagi cerita-cerita bahagia saja dengan mereka. Usahakan kita harus selalu ada buat mereka. Mencari musuh seribu itu lebih mudah ketimbang menjaga sebuah jalinan persahabatan dengan satu orang.

And cerita minggu ini kita tutup dengan kata “friend will be friend, best friend forever”.

Tidak ada komentar: